Senjata-Senjata yang Berpotensi Melanggar Hukum Humaniter Internasional dan Dampaknya bagi Kemanusiaan

Divya Naila
10 April 2025 21:27 WIB

Sender.co.id - Hukum humaniter internasional (International Humanitarian Law/IHL) mengatur cara berperang untuk meminimalkan penderitaan manusia selama konflik bersenjata. Salah satu aspek utama dari IHL adalah pembatasan terhadap jenis senjata yang boleh digunakan. Prinsip-prinsip fundamental seperti distinction (pembedaan), proportionality (proporsionalitas), dan unnecessary suffering (larangan penderitaan yang tidak perlu) menjadi dasar evaluasi terhadap legalitas suatu senjata.

1. Senjata Kimia dan Biologis
Senjata kimia seperti gas sarin, serta senjata biologis seperti anthrax, dilarang keras oleh:

  • Chemical Weapons Convention (CWC) – 1993
    Perjanjian ini melarang produksi, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia serta mewajibkan penghancurannya secara menyeluruh.

  • Biological Weapons Convention (BWC) – 1972
    Melarang pengembangan, produksi, dan penyimpanan senjata biologis dan toksin yang tidak ditujukan untuk tujuan damai.

Senjata ini memiliki efek massal dan tidak dapat membedakan antara target militer dan sipil, sehingga penggunaannya dapat dianggap sebagai kejahatan perang.

2. Senjata Pembakar
Termasuk napalm dan white phosphorus, senjata ini memiliki daya rusak besar dan menyebabkan luka bakar parah.

  • Protocol III to the Convention on Certain Conventional Weapons (CCW) – 1980
    Membatasi penggunaan senjata pembakar, terutama terhadap warga sipil dan objek sipil, serta melarang penggunaannya dari udara ke pemukiman sipil.

Penggunaan sembarangan senjata pembakar dapat menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip kemanusiaan.

3. Ranjau Darat dan Bom Curah (Cluster Munitions)
Ranjau dan bom curah seringkali tidak meledak saat dijatuhkan dan tetap menjadi ancaman bagi warga sipil setelah konflik berakhir.

  • Ottawa Treaty / Mine Ban Treaty – 1997
    Melarang penggunaan, produksi, dan penyimpanan ranjau darat antipersonel, serta mengharuskan negara pihak untuk membersihkan ranjau yang ada dan memberikan bantuan kepada korban.

  • Convention on Cluster Munitions (CCM) – 2008
    Melarang penggunaan, produksi, dan penyimpanan bom curah yang menyebar banyak submunisi kecil di area luas dan sulit dikendalikan dampaknya.

Senjata-senjata ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip pembedaan dan perlindungan terhadap warga sipil.

4. Senjata Nuklir
Senjata nuklir memiliki dampak penghancuran besar, menyebabkan radiasi jangka panjang, dan mustahil membedakan antara target militer dan sipil.

  • Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW) – 2017
    Perjanjian ini merupakan perjanjian pertama yang secara eksplisit melarang senjata nuklir, termasuk pengembangan, kepemilikan, dan penggunaannya. Meski belum diikuti oleh negara-negara pemilik senjata nuklir besar, perjanjian ini memperkuat norma hukum terhadap senjata tersebut.

Penggunaan senjata nuklir dianggap bertentangan dengan prinsip proporsionalitas dan pembedaan dalam hukum humaniter internasional. Penggunaan senjata yang tidak membedakan antara kombatan dan non-kombatan, serta menimbulkan penderitaan berlebihan, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap IHL. Pelanggaran ini dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana internasional, termasuk sebagai kejahatan perang di bawah yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Penggunaan senjata-senjata di atas dalam konflik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan dapat berujung pada tanggung jawab pidana internasional. Komunitas global terus mendorong penegakan hukum dan implementasi perjanjian-perjanjian tersebut untuk melindungi kemanusiaan dari dampak senjata yang tidak terkendali. (DY)

Komentar